Pada perlombaan kedua yang dilakukan 10 tahun silam kembali siput memenangkan pertandingan berkat strategi siput yang berbaris sepanjang garis start hingga finish. Setiapkali kancil memanggil nama siput, siput yang berada di depan kancil menyahut, begitu seterusnya hingga si kancil kalah dalam pertandingan karena menyangka siput selalu berlari didepannya. Kancil bodoh itu tertipu karena tidak tahu bahwa siput memiliki cangkang yang berbeda-beda pola warnanya sehingga bisa dibedakan satu dengan yang lainnya.
Walaupun si kancil lomba itu rajin, dia gagal menang karena ketidakmampuannya membedakan siput. Nah, baru pada perlombaan ketiga ini bangsa kancil berhasil memenangkan pertandingan setelah wakil kancil sukses mengalahkan wakil siput. Disiplin dan etika yang dipaksakan Kancil Senior dengan tangan besi kepada seluruh bangsa kancil telah merubah bangsa kancil menjadi bangsa yang cerdik, cepat dan rajin. Tak heran mereka dengan mudah mengalahkan siput dalam lomba lari. Setiap binatang punya kelebihan. Mengapa siput mesti bertanding pada hal-hal yang menjadi titik kelemahannya. Mengapa dia sibuk menambal kelemahan-kelemahannya, bukannya memaksimalkan hal-hal yang menjadi kelebihannya?. Sebuah pertanyaan yang diam-diam kancil simpan dalam hati.
“Pernah kepikir gak, para siput itu jagoan merayap di atas dinding tegak lurus? tanya Sang Kancil “Trus kenaapa? Buat apa aku mikir yang begituan? “Sadar gak siy dirimu kalau itu adalah kelebihan? Insyaf gak siy dirimu kalo Aku, Sang Kancil gak bisa melakukan itu? “Apa hebatnya jago merayap? Itu adalah keahlian biasa yang dengan mudah dimiliki seekor siput. Tak ada yang dapat dibanggakan dari merayap!” “Kalian para siput dapat mencapai daun-daun enak yang berada di dinding tebing yang tinggi. Kalian bisa merayap untuk menikmati gurihnya pucuk-pucuk daun muda pepohonan yang tak pernah bisa kunikmati karena terlalu tinggi buatku!” “Tapi itu tak ada apa-apanya dibanding kehebatan dalam berlari seperti yang kau punya!” “Gak juga.
Kalian bisa merayap untuk mendapatkan air yang tersembunyi di lorong-lorong kecil di hutan ini. Saat musim kemarau kalian tidak akan sesulit aku mendapatkan air!” “Tetap saja merayap itu untuk si lambat dan sama sekali tidak pernah membuat kami bangga!” “Kalian tidak butuh kemampuan berlari seperti kami. Macan yang gemar memburu kami -- tak berminat mengejar-ngejar kalian. Lari adalah jalan hidup kami. Merayap adalah jalan hidup kalian!” “Bila kami bisa berlari, kami akan lebih senang dan lebih terlindung! “Ah gak juga. Kalian punya cangkang yang kuat untuk melindungi diri. Kalian para siput punya warna cangkang untuk menyamarkan diri dari para musuh. Secara kalian lebih aman sembunyi daripada lari, kalian sama sekali tidak butuh kemampuan berlari” “Dengar Kancil, lari adalah kebanggaan kami, jalan hidup pilihan kami!” “Malangnya nasibmu. Sungguh malang seekor perayap sejati memilih berlomba lari. Kalian hanya akan jadi pecundang di dunia lari! Kalian adalah raksasa di dunia merayap, sungguh amat bodoh sekali memilih berlomba lari!” “Lari adalah mitos paling bersejarah warisan nenek moyang siput” “Kalian sungguh menyedihkan! Hidup dengan kebanggaan semu. Berjuang habis-habisan untuk mencapai sesuatu yang tidak kalian butuhkan. Kalian percuma saja berlatih keras berlari.
Kaki-kaki kalian adalah kaki perayap sejati. Kalian jauh lebih dahsyat daripada kami dalam merayap. Tapi kalian mengingkari takdir kalian. Kalian lari dari kenyataan bahwa kalian bukan pelari tapi perayap” “Jangan ajari aku menerima kenyataan pahit’ “Sama sekali bukan kenyataan pahit! Ikan adalah para jagoan renang, dan itu tidak lebih rendah dari berlari. Gajah adalah jagoan mengangkat pohon-pohon besar, dan mereka sama sekali tidak merasa lebih rendah dari binatang jagoan lari. Burung-burung bangga dengan kemampuannya terbang melanglang jagad raya. Meraka membawa cerita-cerita dahsyat tentang negeri-negeri jauh yang belum pernah kita kenal. Mereka bangga dengan kemampuan terbang yang mereka miliki” ^_^ Siput diam. Hatinya masih membara oleh mitos kemanangan siput atas kancil yang telah tumbang. Baginya tak ada yang lebih menyedihkan daripada runtuhnya mitos yang menjadi kebanggaan seluruh bangsa siput.
Kini apalagi yang bisa dibanggakan setelah ditaklukkan Sang Kancil. Lari serasa segalanya baginya. Tanpa kemenangan dalam lomba lari tak ada artinya lagi dirinya. Walaupun menangkap kebenaran di balik kata-kata Sang Kancil tentang bermacam-macamnya kelebihan yang dimiliki binatang, sulit baginya menerima kenyataan bahwa berlari adalah bukan untuk siput. Sungguh pahit untuk ditelan. Karena masyarakat binatang di hutan melihat kehebatan berlari adalah sebuah kebanggaan, sementara merayap tak pernah disebut-sebut.