Perempuan di Simpang Tiga

Tiba di simpang tiga, gadis belia itu teringat permintaan fotografer tua, tetangga barunya, senja kemarin. Dia diminta menjadi foto model berlatarbelakang masjid, di tepi pantai. Permintaan itu sungguh tidak pernah diduganya. Setelah berpikir cukup lama, dia minta pertimbangan kepada neneknya, satu-satunya orang di rumahnya.

"Sebaiknya Kemala menolak permintaan itu dengan santun," kata Nenek Jamilah.
"Mengapa tidak boleh, Nek? Jadi foto model bisa terkenal, kan?" tanya Kemala heran.
"Pokoknya, pendapatku begitu," jawab Nenek Jamilah tegas.
"Tapi, kasih tahu aku, apa alasan Nenek melarang?"
"Pokoknya, pendapatku begitu. Titik!"

Kemala mengatakan, jadi foto model itu halal. Dia tidak perlu melepas busana Muslimah termasuk jilbab saat difoto. Foto itu untuk kalender tahun depan. Semua foto berlatar belakang masjid di berbagai tempat. "Jadi, apa salahnya, Nek?" tanya Kemala penasaran.
"Tidak ada lagi jawaban untuk pertanyaan macam itu," tukas Nenek Jamilah. "Ambil air wudhu, berdoa, lalu kita tidur sekarang, ya?"

Minggu pagi, seperti biasa, Kemala olaharga. Setelah satu jam lari berputar-putar di kompleks perumahan itu, dia berhenti di simpang tiga. Sejalur jalan di belakangnya ramai oleh anak-anak yang bermain sepatu roda dan sepeda. Kemala menjadi yatim-piatu setelah ayah-ibunya meninggal dalam kecelakaan lalu-lintas di luar kota. Ketika itu, umur Kemala tiga tahun. Sejak saat itu, Kemala hidup bersama Nenek Jamilah, pensiunan guru SMA. Kakek Dullah hilang diculik orang tidak dikenal setelah terjadi tragedi berdarah di Tanah Air, pada tahun 1965.

"Nek, ceritalah tentang Kakek Dullah," kata Kemala pada suatu malam. "Kakekmu itu adalah lelaki yang rendah hati, pendiam, tapi cerdas, dan kritis. Sebagai jurnalis yang berani dan jujur, dia menulis secara kritis pula berdasarkan investigasi yang dilakukannya. Nah, pada masa itu, jurnalis yang kritis dimusuhi. Kakekmu diculik orang tidak dikenal. Mungkin sekali karena sikapnya itu. Tapi, Nenek bangga kepadanya. Sebab, di masa itu, dapat dihitung dengan jari orang yang berani, jujur, dan kritis."

Agak lama Kemala berdiri di simpang tiga sambil memikirkan kata-kata Nenek Jamilah. Pasti ada alasan yang tersembunyi, pikir Kemala tentang larangan neneknya. Tapi, siapakah, fotografer yang sering mengaku-aku sebagai seniman foto itu? Pertanyaan itu menggelisahkan Kemala. Lelaki tua yang bertubuh kurus agak bungkuk itu selalu ramah kepada siapa saja. Dia dermawan kepada orang kampung kumuh yang miskin di seberang sungai kecil di sebelah timur kompleks. Jadi, apa alasan Nenek Jamilah melarangku menjadi foto modelnya?

Ketika matahari mulai meninggi, Kemala meninggalkan simpang tiga. Tergesa-gesa dia pulang. Tubuhnya mandi peluh.
"Ketemu siapa tadi, Mala?" sapa Nenek Jamilah setibanya Kemala di rumah. "Buaaanyaaak, Nek," jawab Kemala. "Bayi di kereta, para lansia, sampai gadis-gadis cantik dan pemuda-pemuda tampan," lanjut Kemala.
"Senang, dong?"
"Yalah. Asyik!"

Setelah istirahat, mandi, sarapan ketupa sayur pakis dan telur, Kemala sarapan pagi kedua, yakni membaca tiga koran Nasional edisi Minggu. Khusus untuk langganan koran, majalah, dan uang kuliah, Kemala bayar sendiri dari hasil memberi les privat bahasa Inggris dan matematika. Nenek Jamilah merasa bahagia karena cucunya mulai belajar mandiri.

Baru dua koran edisi Minggu yang selesai dibaca Kemala, seniman foto tua itu datang lagi untuk kesekian kalinya. Seperti kedatangannya yang sudah-sudah, katanya menyambung tali silaturahmi dengan tetangga. Setiap lelaki berusia tujuh puluhan itu muncul, Nenek hanya menemuinya sebentar. Selebihnya, Kemala yang menemaninya ngobrol.

"Menyebalkan," kata Nenek Jamilah setelah lelaki tua yang banyak bicara itu pamitan. "Mengulang cerita sukses masa lalu adalah ciri-ciri kegagalan seseorang di masa kini," lanjut Nenek Jamilah sinis.
"Nenek membenci seniman foto tua itu?" tanya Kemala.
"Tidak benci sama sekali, tapi aku tidak suka saja sama dia."

"Mengapa Nenek tidak menyukainya? Lantaran dia banyak omong? Atau, karena dia selalu mengulang-ulang kisah suksesnya di masa silam itu? Wajar, Nek, bila seseorang berkisah tentang sukses masa lalu. Masa, sih bercerita tentang keberhasilan masa depan! Itu namanya masih impian, bukan?" Kemala berkata sambil tertawa-tawa, menggoda neneknya. Tiba-tiba Kemala terkekeh sendiri, saat Nenek Jamilah menjemur bantal di belakang. Cepat Kemala mendekati neneknya.

"Mau menggoda apa lagi, hem?" tanya Nenek Jamilah.
"Aku tahu, mengapa Nenek enggak suka pada seniman foto itu," kata Kemala. "Cinta Nenek ditolaknya, ya? Ha ha ha!" Pecah gelak tawa Kemala pagi itu.
"Tak uus, ya?" balas Nenek Jamilah. "Sejak muda, aku tidak menyukainya."
"Tapi, ketidaksukaan ada alasannya dong, Nek!"
"Tidak perlu!"

Malam Minggu berikutnya, batuk-batuk fotografer tua itu makin sering saja. Saat tidur pulas, dengkung-dengkung batuknya memecah keheningan malam. Nenek menggerutu. Kesal berat dia.
"TBC dia, barangkali!" kata Nenek Jamilah seraya ke kamar mandi. Dia berwudhu dan salat tahajud. Kemala mengikutinya tanpa berkata sepatah pun.

Paginya Kemala lari-lari pagi seperti biasa dan berhenti di simpang tiga lagi setelah lelah. Gadis itu menyukai simpang tiga yang dinaungi batang jati tinggi berdaun rimbun. Di sana, dia menghirup udara segar dan dapat memandang ke segenap arah. Di simpang tiga itu pula, Kemala selalu bertanya, mengapa Nenek Jamilah selalu sinis kepada si fotografer tua itu? Mengapa pula, Nenek melarangku menjadi modelnya?

"Aku tidak butuh uang dari dia, puuuh!" kata Nenek Jamilah sambil pura-pura meludah suatu pagi, ketika Kemala menyebut-nyebut uang honorarium sebagai model.

Ketika tiba di rumah pagi itu, Kemala terkejut saat melihat rumah sang fotografer tua dikunjungi orang banyak. Mobil-mobil bagus parkir di halaman rumahnya. Nenek Jamilah sudah di rumah itu. Kemala langsung menuju ke sana. Fotografer tua yang hidup sendiri itu meninggal dunia sehabis Subuh. Tukang cuci pakaiannya, yang datang pagi itu, yang mengetahui kematiannya.

Dokter langganan sang fotografer tua itu datang setelah ditelepon Ketua RT. Stroke adalah penyebab kematiannya, di samping kanker paru-paru yang sudah lama parah. Begitu kesimpulan dokter. Ketua RT pula yang bercerita bahwa almarhum tetap lajang sampai akhir hayatnya.
Nenek Jamilah dan Kemala ikut mengantarkan lelaki malang itu ke pemakaman.

"Aku telah ikhlas memaafkannya," kata Nenek Jamilah kepada Kemala dalam perjalanan pulang. Berulang-ulang perempuan keras hati itu menyeka air mata dengan selendang hitamnya.
"Sebenarnya apa yang telah dilakukannya kepada Nenek?" tanya Kemala. "Dia tidak melakukan apa-apa kepadaku," jawab Nenek.
"Lantas, mengapa Nenek tidak menyukainya?" desak Kemala setiba di rumah.

Nenek Jamilah mengatakan, dia mau shalat Dhuha dulu. Setelah itu, dia akan menjawab pertanyaan Kemala. Saat itu pukul sebelas lewat lima belas menit. Nenek Jamilah mandi di kamar mandi belakang. Kemala di kamar mandi depan. Mereka salat sunah Dhuha di kamar masing-masing.

"Nama lengkap fotografer itu adalah Ahmad Dimejad. Semasa muda, dia dan kakekmu bersahabat. Ketika orang-orang politik mengelompokkan masyarakat jadi terkotak-kotak, hubungan Ahmad Dimejad dan kakekmu jadi renggang. Bahkan, kedua orang yang semula sohib itu jadi berseberangan. Terakhir, Ahmad Dimejad memfitnah kakekmu. Katanya, kakekmu yang kritis dan revolusioner itu adalah kader PKI. Buntutnya, pada tahun 1966, kakekmu diculik orang-orang tidak dikenal dan tidak kembali hingga kini." Nenek Jamilah bercerita sambil menyeka air matanya.

Menurut Nenek Jamilah, Ahmad Dimejad sakit hati karena lamarannya ditolaknya. Jamilah memilih kakek Dullah sebagai suaminya.*** Read More..

Penyejuk Jiwa

Oleh A. Muttaqin

Ahad 5 Maret 2007, direncanakan aku memimpin shalat sunnah dan khatib Gerhana bulan total. Perlu ke tukang cukur, sekedar merapihkan rambut dan menjaga penampilan.

Setengah jam duduk di bangku kayu terasa begitu cepat. Selama itu pula aku mendengarkan cerita Mang Udin sambil ia memangkas rambutku. Tutur katanya halus, lugas, kadang-kadang kedengaran lucu. Mungkin karena aksen Sundanya yang masih kental. Asyik menikmati obrolannya yang polos dan lugu. Padahal seingatku, ini baru kali kedua aku mampir ke kedai cukur miliknya.

Tapi, ia mampu membangun suasana menjadi lebih akrab, seolah kami berdua telah lama kenal. Aku tak mengira, dari cerita perjalanan karirnya sebagai tukang cukur, ternyata, Bayu Sutiono pembaca liputan 6 SCTV yang terkenal itu, adalah orang yang sejak kecil ia kenal, sering dititipikan ibunya di kedai saat ibunya belanja ke pasar.

Tentu, sering ia cukur, sampai pada kisah ia menemukan dompet yang berisi sejumlah uang, ATM, STNK BMW dan SIM yang ia rahasiakan temuannya itu pada rekan kerjanya juga pada isterinya sekalipun. Awalnya aku ragu, karena lelaki ini tinggi besar dan berkumis tebal. Kesanku satu; galak. Bayanganku ternyata meleset setelah mencermati obrolannya yang mengalir wajar.

“Mang, uang satu juta setengah itu, kan lumayan. Kira-kira dapet TV 21 inci loh. Kenapa dikembalikan?”. Aku mencoba merespon ceritanya yang ini. Aku merasa ceritanya memiliki kesamaan pesan dengan pengalamanku beberapa waktu lalu.

Aku mencoba menggalinya lebih jauh. Kuraba hatinya. Kudengar suara nuraninya. Apakah seorang tukang cukur seperti dirinya memiliki daya tahan yang tangguh dalam pergulatan hidup tentang benar-salah. Halal-haram atau entahlah namanya. Tujuanku satu, ingin membuktikan, bahwa kejujuran itu bisa menjadi milik siapa saja dan dapat dicampakkan oleh siapa saja. Kejujuran bukan dominasi pura ustadz, kyai, pendeta, pastor, bhiksu atau sederatan “gelar suci”keagamaan lainnya. Atau justru aku menemukan nilai-nilai sakral itu pada diri Mang Udin, tokohku kali ini.

“Untuk apa den. Enaknya sebentar, sengsaranya seumur-umur”.

“Maksud mamang?“. Aku mulai penasaran dan tertarik. Bukan lagi karena aksen Sundanya itu, tetapi ceritanya mulai menerabas ruang gelap yang dalam. Sisi paling jernih dari perangkat hidup kita. Nurani. Inilah yang aku cari.

“ Kalau saja waktu itu mamang nurutin keinginan, pasti mamang ambil. Tinggal kuras isinya. Lempar dompetnya ke kali, selasai urusan. Tapi kan, kita tahu, dosa dan kesalahan yang ada kaitannya dengan hak orang lain, tidak selesai urusannya hanya pada Gusti Allah. Mamang mah engga sanggup kalau nanti harus berurusan dengan yang punya dompet di akherat nanti”.

Aku tertegun dalam, dalaam sekali. Berhusnuzzhan pada Allah, semoga ini adalah kejernihan dan kejujuran yang bukan basa-basi. Aku mulai mengikat satu persatu pembuktianku atas pesan yang sedang dibangun Mang Udin. Mungkinkah, Mang Udin bukan tukang cukur biasa? Sedikit, perlahan dan hati-hati aku memetik buah hikmah dari setiap tuturnya. Aku melihat kilauan mutiara yang keluar dari orang yang sementara anggapanku sebagai “orang biasa” seperti kebanyakan yang lain.

Dia yang setiap hari hanya bergelut dengan mekanisme kerja gunting, pisau dan sisir itu, apakah memiliki kepekaan dan kecerdasan religi yang setara dengan para filosof dan para cendikia. Bahkan mungkin akan lebih tinggi nilainya jika hanya diukur semata-mata dari jasad fisik Mang Udin. Jika terbukti, menurut logika guru sepertiku, Mang Udin telah berhasil mengartikulasikan nilai-nilai kejujuran dengan sangat jernih dari pengalaman hidupnya tanpa retorika akademis filosofis. Sederhana, jelas, lugas dan tanpa basa-basi yang kaku dan memenjarakan akal.

Padahal di dunia kehidupan yang semakin renta ini, nilai-nilai kejujuran, kejernihan hati, kepekaan sosial sudah semakin jauh ketinggalan dengan semangat hidup individualis yang melesat cepat dengan tolok ukurnya adalah materi. Setiap tindakan selalu ditakar dengan logika dagang; untung rugi. Menolong orang selalu dilihat dengan kaca mata barter. Aku berkesimpulan, sekali lagi jika terbukti, ... Mang Udin telah menjadi makhluk langka.

Aku tidak sabar memuntahkan semua keingintahuanku lebih banyak. Menurutku, Mang Udin harus “kupaksa” ngomong lagi. Baru kali ini seemur hidupku, kuliah akhlak dengan tukang cukur, makanya jangan sia-siakan dia.

“ Cambang cukur tidak?”, aku agak kaget, ah tapi bukan ini omongan yang kumaksud. Dalam benak, ternyata aku begitu hanyut sampai jauh, aku malah bergelut sendiri dengan wacana yang dinarasikan Mang Udin.

”Cukur aja deh “. Jawabku sekenanya.

“Mang, mamang kan hanya nemu di jalan. Mamang bukan mencuri atau sengaja mengambil dari kantong orang itu seperti para copet mencari nafkah “. Aku buru-buru menggiring sisa obrolannya kepada topik yang belum tuntas dikupasnya. Mudah-mudahan masih ada yang dapat kucerna dan membuat hatiku kenyang.

“Apa bedanya?”. Mang Udin balik bertanya, seolah dia telah memegang dan menebak alur fikiranku ke mana akan kuarahkan. Aku berfikir lagi, cerdas juga orang ini.

“Baik mencurinya maupun menemukannya di jalan dompet itu, toh bagi pemiliknya sama-sama kehilangan. Sama-sama dirasakan susahnya. Mengambilnya dengan sengaja, atau tidak mengembalikan kepadanya sebab menemukannya, sama-sama bikin susah orang. Tentu, kita juga akan merasakan kesusuhan jika kebetulan pemilik dompet tersebut adalah diri kita sendiri“. Waw!, semakin kukuh dugaanku, Mang Udin tidak sekedar tukang cukur.

“Lalu kenapa mamang rahasiakan, sampai-sampai isteri mamang ga pernah tahu kalau mamang pernah nemu dompet dengan isinya satu setengah juta beserta embel-embelnya?”. Mudah-mudahan aku puas mendengar jawaban terakhir dari pertanyaanku ini.

Kulihat dari cermin di depanku, Mang Udin tersenyum kecil. Wajahnya masih seperti awal dia cerita, santai.

“Den, mamang sendirian yang tahu saja, udah berat rasanya. Perang batin, antara harus mengembalikan atau diambil saja, kejujuran mamang hampir-hampir kalah. Apalagi kalo mamang cerita sama temen atau melibatkan isteri misalnya, pasti mereka akan ngasih saran yang yang macem-macam. Tambah bingung, yang ini begini, yang lain begitu. Jangan-jangan akhirnya malah nurutin keinginan mereka. Iya kalo sarannya baik, kalo malah nuntut mamang tidak jujur. Ah, ga tahu lah. Yang penting mah, mamang sudah ngembalikan. Rezeki ga ke mana”.

Aku tidak lagi terlalu tertarik bercermin untuk memperhatikan lahiriah setelah dipangkas setelah jawaban terakhir ini. Aku lebih merasa, bahwa merapihkan penampilan batin jauh lebih menentramkan hati dan membawa keberkahan hidup. Kurogoh kantung, kulunasi ongkos pangkas, dan pamit. Aku tahu, di sebelahku, sudah ada pelanggan yang juga ingin dicukur.

Aneh, aku merasa puas atas semua yang dialami Mang Udin melalui ceritanya. Aku seperti berjalan tegak menatap ke depan sambil membawa kemenangan. Lagi-lagi aku menenemukan kejujuran dari tempat yang tidak pernah kuduga. Dan lagi-lagi, kejujuran bisa menjadi milik siapa saja, kapan saja dan di mana saja.

Pengalaman hidup memang bagai madrasah besar yang mengajarkan banyak hal. Tentang hitam-putih, susah-senang, baik-buruk, pasang-surut dan sederet guratan taqdir yang harus kita jalani. Kurikulumya adalah rumah tangga, masyarakat dan alam sekitar. Pelakunya adalah manusia dengan berbagai profesi, karakter dan falsafah hidupnya. Tukang cukur hanyalah sebutan, guru hanyalah sebutan, jendral hanyalah sebutan. Mang Udin memang tukang cukur, tapi menurutku, ia adalah alumni madrasah besar itu yang telah berhasil menerapakan studinya tentang akhlak dan kejujuran. Yang jelas, jiwa dari kurikulum itu hanya satu, Iman.

Haturnuhun Mang Udin. Read More..

Cerita Nasehat

Anak Kucing

sebuah toko hewan peliharaan (pet store) memasang papan iklan yang menarik bagi anak-anak kecil,"dijual anak kucing". segera saja seorang anak lelaki datang, dan masuk kedalam toko dan bertanya. "berapa harga anak kucing yang bapak jual itu ?", pemilik toko itu menjawab, "harganya berkisar antara 200-300 ribuh". anak lelaki itu lalu merogo saku celananya danmengeluarkan beberapa kepingan uang, "aku hanya mempunyai 50.000 rupiah, bisakah aku melihat-lihat anak kucingyang bapak jual itu?". pemilik toko itu tersenum, ia lalu bersiul memangil kucing-kucingnya.
tak lama dari kandang kucing muncullah kucingnya yangbernama Lady yang diikuti oleh lima ekor anak. mereka berlari-larian di sepanjang lorong toko. tetapi adasatu anak kucing yang tampak berlari tertinggal paling belakang. si anak lelaki itu menunjuk pada anak kucing yang paling terbelakang dan tampak cacat itu. tanyanya, "kenapa dengan anak kucing itu ?". pemilik toko itu menjelaskan, bahwa kita dilahirkan kucing itu mempunyai kelainan dipinggulnya, dan akan menderita cacat seumur hidupnya. anak lelaki itu tampak gembir dan berkata, "aku beli anak kucing yag cacat itu", pemilik toko menjawab, "jangan, jangan beli anak kucing yang cacat itu. tapi jika kamu ingin memeilikinya, aku akan berikan anak kucing itu padamu". anka lelaki itu jadi kecewa ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "aku tak mau bapak memberikan anak kucing tu cuma-cuma padaku. meski cacat anak kucing itu tetap mempunyai harga yang sama sebagaimana harga anak kucing yang lain. aku akan bayar penuh anak kucing itu. saat ini aku hanya mempunyai 50.000 rupiah, tetai tiap har aku akan mengansur sampai luna sharga anak kucing itu", tetapi pemilik toko menolak, "nak kamu jangan beli anak kucing itu, dia tidak bisa melompat, dia tidak bisa lari cepat, dan bermain sebagaiman anaka kucing lainnya".
anak lelaki itu terdiam, lalu ia melepas ujung celana panjangnya. dari balik celana itu tampaklah sepasang kaki yang cacat. ia menatap pemilik toko itu dan berkata" pak, aku pun tidak bisa berlari dengan cepat, aku pun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main sebagaimana anak lelaki yang lain. oleh karena itu aku tahu, bahwa anak kucing itu membutuhkan seseorang yang mau mengerti penderitaannya ".
kini pemilik toko itu mengigit bibirnya. air mata menetes dari sudut matanya, ia tersenyum dan berkata, "aku akan berdo`a setiap hari agar anak-anak kucing ini mempunyai majikan sebaik engkau". Read More..

Kumpulan Cerita Lucu

+++Untung Bukan Malam Hari+++


Dua orang preman dan seorang Timor-Timur bertemu di penjara Cipinang, mereka semua sudah dijatuhi hukuman. Preman yang satu mengatakan dia dihukum 10 tahun karena mencoba membunuh seorang cukong. Tapi ia merasa beruntung karena pembunuhan tidak terjadi. Kalau terjadi, dia bisa kena 20 tahun.

Preman yang satu lagi bilang dia dihukum 5 tahun karena mencoba memperkosa istri penjual bakso, tapi dia merasa beruntung karena perkosaan tidak terjadi. Kalau terjadi, dia bisa masuk 10 tahun.

Orang Timor Timur bercerita dia dihukum 13 tahun karena kedapatan naik motor tanpa menyalakan lampu. Tapi untung, katanya, itu terjadi bukan waktu malam hari.

*************************************************************************

+++Nanti Saya Laporkan+++

Seseorang pernah mendengar percakapan berikut ini dari balik pintu kamar. Kedengaran Mbak Tutut berkata kepada Hartono, "Ayo, copot bajuku". (Lalu terdengar suara baju dicopot).

Tak lama kemudian, "Sekarang, copot kainku". (Terdengar suara kain dilepas). Setelah itu, "Ayo, lepaskan kutangku. Juga celana dalamku!".

Sehabis itu tak ada suara selama lima detik. Lalu terdengar suara Mbak Tutut marah, "Hartono, saya akan laporkan kepada Bapak kalau sekali lagi kamu berani memakai baju, kain, kutang dan celana dalam saya!"

*******************************************************************


+++Teka Teki Suksesi+++

Try Sutrisno ingin belajar dari Lee Kuan Yew bagaimana caranya memilih menteri yang pintar. Maka dia datang ke Singapura diam-diam.

Bagaimana caranya memilih menteri yang pintar, Pak Lee? Gampang, jawab Lee, "Kita test saja kecerdasannya." Dan tokoh Singapura itu pun memanggil perdana menterinya, Goh Chok Tong. Lee mengajukan satu pertanyaan yang harus dijawab Goh dengan cepat dan tepat:

"Hai, Chok Tong, misalkan orangtuamu punya anak tiga orang. Siapakah gerangan anak yang bukan kakakmu, dan bukan pula adikmu?" Goh menjawab tangkas, "Ya itu saya sendiri."

Lee bertepuk tangan, "Angka 10 untuk Goh. Sebab itu dia kupilih!".

Try Sutrisno sangat terkesan kepada cara memilih gaya Lee Kuan Yew ini. Dia pulang ke Jakarta dan segera mau menguji Harmoko.

"Pak Harmoko,’’ kata Try, "Saya ingin menguji sampeyan. Ada satu pertanyaan yang harus sampeyan jawab: misalkan orang tua sampeyan punya anak tiga orang. Siapakah gerangan anak yang bukan kakak sampeyan, dan bukan pula adik sampeyan?"

Ternyata Harmoko tidak segera bisa menjawab. Tapi dia punya akal dan minta permisi sebentar ke luar ruangan, dimana menunggu Subrata. "Coba, Mas Brata," katanya kepada bawahannya ini. "Misalkan orang tua situ punya anak tiga.

Siapa gerangan anak yang bukan kakaknya situ dan bukan pula adiknya situ?"

Subrata berpikir lima menit, lalu menjawab: "Itu saya, Pak."

Harmoko senang, dan masuk kembali ke ruang Try Sutrisno. Dia langsung maju. "Jadi tadi petunjuknya ...eh, pertanyaannya bagaimana, Pak Try?".

Try dengan sabar mengulangi, "Orang tua sampeyan punya anak tiga orang. Siapakah anak yang bukan kakak sampeyan dan bukan adik sampeyan?"

Harmoko kali ini menjawab tangkas: "Ya, Subrata, Pak!".

Try ketawa geli. "Pak Harmoko ini gimana! Jawabnya yang benar, ya, Goh Chok Tong, dong!"

*********************************************************************

Read More..

Angel graphics for myspace

MySpace Graphics Comment, Hi5 Comment, Funny Comments, Yuwie Comment. Image Use: Copy one of the html code below to post the Hot comment image on your site or on other member's comment section. Even though it says it's for MySpace, you may use these on any personal blog. That includes hi5, Friendster, Xanga, Piczo, Orkut, TagWorld, Tagged, or any of the others you participate on. To use one of the myspace comment images simply copy ( Ctrl+C) the HTML below the image, paste it ( Ctrl+V) into your myspace profile or/and comments area. Enjoy!









































hi5 website, hi5 profile, hi5 chat, hi5 clone, hi5 friend, hi5 code, hi5 com, hi5 video, meetin, blogger, social networking, friend, blog, social network, dating, youtube, news, friends, chat, hi5 layout, clone, editor, sign in, hi5 layouts Read More..

Fairy Glitter Graphics for MySpace, Hi5, Orkut

MySpace Graphics Comment, Hi5 Comment, Funny Comments, Yuwie Comment. Image Use: Copy one of the html code below to post the Hot comment image on your site or on other member's comment section. Even though it says it's for MySpace, you may use these on any personal blog. That includes hi5, Friendster, Xanga, Piczo, Orkut, TagWorld, Tagged, or any of the others you participate on. To use one of the myspace comment images simply copy ( Ctrl+C) the HTML below the image, paste it ( Ctrl+V) into your myspace profile or/and comments area. Enjoy!

















































































































Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...